Palestin
pilihlah aku sebagai salah satu syahidmu
tersiram darah merahku di tanahmu yang suci
sebagai tebusan kemerdekaanmu dari tangan kotor yahudi la'natullah
Wahai pemuda Palestina
alangkah beruntung dirimu
terlahir di tanah para syuhada
terbukalah pintu syahid yang lebar di depan matamu
Andai
andai aku seberuntungmu
wahai pemuda muslim Palestina
Palestina kucinta padamu
andai cintaku bisa membuatmu memanggilmku
datang ke haribaanmu untuk menyerahkan semua yang aku miliki
di Palestina ada cinta
dan Surga
Mutiara, 22 Okto 2011
Sabtu, 22 Oktober 2011
Selasa, 18 Oktober 2011
Hei..! Dosa...
kau datang kepadaku walau ku tak mau
akhirnya aku mau
kau terus datang
menawarkan dirimu denga segala pesona
yang memabukkanku
aku pun mabuk dan lupa diri
lupa hina dan celaka
lupa..
hei..
alangkah sangat baik
jika aku tak pernah kenal denganmu
andai kita tak pernah bersama
kau terus memandangku dengan pandangan memikat
hatiku luruh, runtuh
imanku gempa, tsunami
aku pun rubuh
kuingat neraka
kuingat kematian
kuingat azab yang pedih
kuingat janji-janji kesenangan
aku ingat
aku tak peduli
aku tak peduli...
aku tak pee duli........!
lalu kuinsaf lagi.
aku taubat...
aku taubat..
esok aku akan berbuat dosa lagi
dosa terus menemani
helaan nafas ku ini
kuingin ia pergi
ia tak mau
ia tak sudi
akhirnya aku mau
kau terus datang
menawarkan dirimu denga segala pesona
yang memabukkanku
aku pun mabuk dan lupa diri
lupa hina dan celaka
lupa..
hei..
alangkah sangat baik
jika aku tak pernah kenal denganmu
andai kita tak pernah bersama
kau terus memandangku dengan pandangan memikat
hatiku luruh, runtuh
imanku gempa, tsunami
aku pun rubuh
kuingat neraka
kuingat kematian
kuingat azab yang pedih
kuingat janji-janji kesenangan
aku ingat
aku tak peduli
aku tak peduli...
aku tak pee duli........!
lalu kuinsaf lagi.
aku taubat...
aku taubat..
esok aku akan berbuat dosa lagi
dosa terus menemani
helaan nafas ku ini
kuingin ia pergi
ia tak mau
ia tak sudi
Dari Ayah untuk Anaknya
Anakku,
masih kecil dirimu sekarang
penuh senyum manis yang melemahkan hatiku
menguatkan seluruh persendianku dengan sayang dan kerinduan
mengeraskan tekadku dengan harapan
Ya Allah,
masukkan anakku ke surga-Mu
jadikan ia anak yang soleh
yang bisa membawa kedua orang tuanya ke surga Firdaus-Mu
Ya Allah,
limpahkan rahmat, kasih sayang, riski-Mu kepada anak-anakku
jadkan hidupnya penuh manfaat
jadikan matinya dalam husnul khotimah
beribu kali doa aku lantunkan
dalam tiap gerak langkahku
kapan dan di mana saja
Nak,
alangkah sedih hatiku bila
nanti, engkau jadi orang yang banyak bermaksiat kepada Allah
alangkah kecewa aku, bila nanti engkau menjadi manusia yang celaka, penuh dosa
alangkah hancur hatiku bila nanti engkau lupa dan tak acuh lagi kepada ayah bundamu
mudah-mudahan ini tak pernah terjadi. amiin.
mudah-mudahan dirimu menjadi anak soleh dambaan semua orang tua. amiin
jadi apapun dirimu kelak
engkau telah menjalani takdirmu
kami, ayah bundamu, telah mengikhlaskan semua
semua apa yang telah kami lakukan kepadamu
ya Allah, kumpulkan kami semua di surga Firdaus-Mu.
amiin.
masih kecil dirimu sekarang
penuh senyum manis yang melemahkan hatiku
menguatkan seluruh persendianku dengan sayang dan kerinduan
mengeraskan tekadku dengan harapan
Ya Allah,
masukkan anakku ke surga-Mu
jadikan ia anak yang soleh
yang bisa membawa kedua orang tuanya ke surga Firdaus-Mu
Ya Allah,
limpahkan rahmat, kasih sayang, riski-Mu kepada anak-anakku
jadkan hidupnya penuh manfaat
jadikan matinya dalam husnul khotimah
beribu kali doa aku lantunkan
dalam tiap gerak langkahku
kapan dan di mana saja
Nak,
alangkah sedih hatiku bila
nanti, engkau jadi orang yang banyak bermaksiat kepada Allah
alangkah kecewa aku, bila nanti engkau menjadi manusia yang celaka, penuh dosa
alangkah hancur hatiku bila nanti engkau lupa dan tak acuh lagi kepada ayah bundamu
mudah-mudahan ini tak pernah terjadi. amiin.
mudah-mudahan dirimu menjadi anak soleh dambaan semua orang tua. amiin
jadi apapun dirimu kelak
engkau telah menjalani takdirmu
kami, ayah bundamu, telah mengikhlaskan semua
semua apa yang telah kami lakukan kepadamu
ya Allah, kumpulkan kami semua di surga Firdaus-Mu.
amiin.
Puisi untuk Palestina
Suara Kecil dari Balik Jeruji
Karya: Yudi Hendra
Allahumma....
Kirim salam untuk ayah bunda
Yang terbaring di balik reruntuhan rumah kami
Yang luluh lantak oleh bom manusia babi
Aku terbaring di sini
Lumpuh
Kaku
Bergelimang darah dan nanah
Dari luka cambukan
Hantaman
Pukulan tak berperikemanusiaan
Dari lars-lars berkepala besi manusia jahanam
Biar tubuh kecil ringkihku jadi tumbal
Kemerdekaan tanah suci kaum muslimin
Biar masa kanakku kuisi seluruh
Dengan darah, air mata, dan rintihan kesakitan
Biar semua kutanggungkan
Allahumma
Kirim salam untuk ayah bunda
Dan kaum muslimin seantero dunia
Rabu, 13 Juli 2011
sehelai daun
sehelai daun kering jauh
gugur luruh ke bumi
melayang ditiup angin
menerpa wajah seorang lelaki
sedang duduk ia merenung
memandang alam semesta
tersenyum dengan bara api di dadanya
angin datang menyampaikan banyak cerita
bahwa bumi sedang berputar
kehidupan berjalan, berpacu
dengan waktu, cita-cita, tangis, dan tawa
pepohonan membawa kisah
hujan dan panas yang silih berganti
beburungan yang hinggap dan bernyanyi di dahan dan rantingnya
kerelaan dan keikhlasan untuk berkorban demi kesejahteraan bani Adam
tanah banyak cerita duka
tentang darah dan air mata yang membasahinya
anak-anaknya yang durhaka
tertawa-tawa dengan perbuatan mereka yang hina
cinta sang ibu yang mulia
tidak pupus harapan dan doa, semoga
esok anakku, dewi bahagia memalingkan wajah jelitanya padamu
lelaki berdiri, menengadah
menatap angkasa
ingin ia terbang melayang seperti elang
terbang membawa mimpi-mimpi yang tak pernah habis
mimpi, ya
lelaki melangkah pulang
ia punya banyak mimpi
bahan perjuangan hidupnya
warisan untuk anak cucunya
gugur luruh ke bumi
melayang ditiup angin
menerpa wajah seorang lelaki
sedang duduk ia merenung
memandang alam semesta
tersenyum dengan bara api di dadanya
angin datang menyampaikan banyak cerita
bahwa bumi sedang berputar
kehidupan berjalan, berpacu
dengan waktu, cita-cita, tangis, dan tawa
pepohonan membawa kisah
hujan dan panas yang silih berganti
beburungan yang hinggap dan bernyanyi di dahan dan rantingnya
kerelaan dan keikhlasan untuk berkorban demi kesejahteraan bani Adam
tanah banyak cerita duka
tentang darah dan air mata yang membasahinya
anak-anaknya yang durhaka
tertawa-tawa dengan perbuatan mereka yang hina
cinta sang ibu yang mulia
tidak pupus harapan dan doa, semoga
esok anakku, dewi bahagia memalingkan wajah jelitanya padamu
lelaki berdiri, menengadah
menatap angkasa
ingin ia terbang melayang seperti elang
terbang membawa mimpi-mimpi yang tak pernah habis
mimpi, ya
lelaki melangkah pulang
ia punya banyak mimpi
bahan perjuangan hidupnya
warisan untuk anak cucunya
Jumat, 10 Juni 2011
masihkan seperti dulu
masihkan cinta seperti dulu
masihkah sayang seperti yang lalu
masa berjalan
pahit kering
berhias buruk kata dan laku
tak terelak
seperti demikian
cinta manis, dik
sayang manis
kenangan manis
lalu
dulu
seberapa sisa
sisa
engkau lupa
aku lupa
atau biarlah
sebuah fitrah
jalani sudah
demikianlah
masihkah sayang seperti yang lalu
masa berjalan
pahit kering
berhias buruk kata dan laku
tak terelak
seperti demikian
cinta manis, dik
sayang manis
kenangan manis
lalu
dulu
seberapa sisa
sisa
engkau lupa
aku lupa
atau biarlah
sebuah fitrah
jalani sudah
demikianlah
Kamis, 02 Juni 2011
Malam
hening gulita
merenungkan diri
tegak berdiri di padang luas
jutaan jiwa menunggu
langkah tertatih dalam banjir air mata
keinsafan di puncak
sia-sia
tak ada hari itu tapi
sejumput amat berarti
gelap malam
mana sujudku
malam permintaanku
mana semua harapan dan cita
apa dikata nyana
sunyi sendiri
sepid sendiri
di sini
di sini kelak diri
merenungkan diri
tegak berdiri di padang luas
jutaan jiwa menunggu
langkah tertatih dalam banjir air mata
keinsafan di puncak
sia-sia
tak ada hari itu tapi
sejumput amat berarti
gelap malam
mana sujudku
malam permintaanku
mana semua harapan dan cita
apa dikata nyana
sunyi sendiri
sepid sendiri
di sini
di sini kelak diri
Guru
“Bisakah kami belajar hidup dari sekolah, Pak?”
Matanya menatapku. Ia muridku. Ia yang terbaik.
“Bergunakah bagi kami dalam kehidupan sehari-hari apa yang kami dapat di sekolah ini? Bisakah pelajaran di sekolah menjadikan kami manusia yang eksis di tengah masyarakat? Ataukah pelajar hanya orang bodoh yang hanya tahu isi buku, tak tahu tentang hidup? Saya melihat dalam pandangan orang-orang begitu, Pak. Pelajar seakan berdiri di tempat asing, dalam dunia terpisah. Lugu dan banyak berpikir.”
“Untuk apa bagimu pertanyaan tersebut? Apa kamu hendak berhenti sekolah? Atau hendak mengutuki sekolah, dan mengajak orang lain ikut mengutukinya?”
Ia diam. Pandangan matanya dalam. Aku hendak meluruskan niatnya dalam mencari jawaban.
“Nak, banyak hal yang tak mesti dan tak perlu kita jawab demi kemaslahatan kita sendiri. Kamu perlu tahu ini agar jangan tersesat dalam lingkaran otakmu sendiri.”
“Sekolah adalah tempat kamu belajar hidup. Betapa banyak waktumu kamu habiskan di sekolah. Tentu saja apa yang kamu alami semua adalah pelajaran untuk hidupmu. Yang jadi masalah adalah kualitas dari pengalaman yang diberikan kepadamu. Kualitas dan kebaikan.”
“Seharusnya pengalaman yang diberikan kepadamu membuatmu bisa banyak berbuat untuk menolong dirimu sendiri. Bisa membuatmu tegak dengan gagah di atas kakimu menantang badai. Pencipta telah membuat rancangan super canggih untuk ciptaan-Nya yang bernama manusia. Ciptaan itu bisa mempertahankan hidup dan eksistensi dirinya dalam keadaan paling buruk di muka bumi ini. Hanya….”
“Hanya apa, Pak? Hanya pendidikan sekarang tidak mampu membuat siswanya jadi manusia. Hanya pendidikan sekarang mencetak orang-orang yang tak mampu berbuat apa-apa seperti manusia batu, boneka.”
Sang murid menyambung dengan penuh semangat.
“Jangan pernah meremehkan buku, Nak. Jangan pernah meremehkan pecinta buku. Mereka kaya dengan apa saja. Mereka punya modal untuk kaya dengan dunia, mereka punya bekal kaya di akhirat. Para pembaca tidak lugu, mereka perlu tindakan untuk menemukan bentuk nyata dari teks. Antara teks dan kenyataan tak bisa dipisahkan.”
“Maksud Bapak?”
“Teks diambil dari kenyataan. Manusia menuliskan kenyataan itu ke dalam teks. Gunanya agar bisa dipelajari orang lain atau orang-orang setelah mereka. Agar kenyataan yang pernah mereka temui tidak hilang begitu saja. Kenyataan yang terkumpul inilah yang dinamakan ilmu.”
”Teruslah membaca. Teruslah jadi pembaca terbaik.”
”Teruslah membaca. Teruslah jadi pembaca terbaik.”
Ia diam, tapi secercah binar di matanya.
*
Apa yang dilakukan para pendidik hari ini. Mereka berlomba membunuh anak-anak didiknya. Pendidik di sini bisa jadi guru, bisa jadi orang tua. Bukan fisik mereka yang dibunuh, tapi jiwa mereka. Anak masih hidup seperti biasa, hanya kosong dari semangat untuk menemukan sesuatu yang bermakna dari kehidupan ini. Bukankah hidup ini tidaklah sia-sia. Musahil Sang Maha Pencipta yang Maha Hikmah memberikan kehidupan untuk manusia untuk sia-sia, alias tanpa makna, tanpa tujuan. Malah saking beratnya tanggung jawab terhadap kehidupan yang diberikan ini, kelak bagi orang yang menyia-nyiakan hidupnya, Allah akan memasukkannya ke dalam siksa neraka yang ganas tiada tara. Bagi orang yang mengisi hidupnya dengan penuh iman dan kebaikan, diberilah ia kenikmatan tiada tara kekal di dalam surga. Itu artinya, hidup ini sangatlah berat, sangat bertujuan.
Apa tujuannya, inilah yang harus diajarkan kepada anak-anak sesuai tingkat pemahaman mereka. Kalau tidak, kelak mereka akan bingung bagaimana ia harus mengisi hidup ini, ke mana hidup ini harus ia bawa. Anak tak tahu sebenarnya apa yang harus ia perjuangkan.
Orang tua terlalu memanjakan anak, atau malah terlalu pemarah dan tidak punya kasih sayang. Semua terjadi karena kurangnya ilmunya sebagai seorang orang tua. Guru, sudahlah tidak profesional dalam bidang yang ia ajarkan, ia tidak pula punya bekal pengetahuan dan keimanan yang bisa menanamkan dan menumbuhkan benih keimanan di dalam dada murid-muridnya.
Kadang orang tua sudah baik, guru baik, si anak yang dasar tak tahu diri dan keras kepala.
*
”Saya tidak mau”, jawabku tegas.
”Eh, Bapak ini bagaimana? Semua orang berebut jadi pejabat, Bapak malah menolaknya.” Orang yayasan itu memandangku dengan memicingkan sebelah matanya. Ia memandangku sebelah mata. Dasar kurang ajar! Mungkin ia merasa lebih dalam segala hal dariku, si orang gajian yang menumpang hidup dari yayasan yang ia kelola dengan timnya.
”Saya tidak mau jadi wakil kepala sekolah kalau kepala sekolahnya si Kasonto itu. Aku sudah lama ’ndak meninju kepalanya. Bapak perlu tahu itu.” Matanya kutatap nanar.
Ia bergeming juga. Ia menarik napas dalam, dan menghembuskannya dengan keras.
Pak Andi, umurnya sudah sekitar 50-an tahun. Ia sekampung denganku, alias orang Padang. Orang Minang di mana-mana, tanpa memandang kampung asalnya, disebut orang Padang di tanah perantauan ini. Hampir tiga puluh tahun jarak usiaku dengannya. Jabatannya di Yayasan Pembina Ilmu, yayasan pemilik sekolah tempat aku mengajar, sebagai manajer personalia.
Karena sesama orang Padang itulah ia tidak melanjutkan perdebatan. Bagi orang Minang, kebenaran tidak mesti pada orang tua. Ia tahu itu, dan tahu kalau aku tidak takut bersikeras dengannya seakan lupa dengan jabatannya. Anda takkan melihat orang Minang pengemis mau merendahkan dirinya kepada pejabat konglomerat sekalipun kalau si konglomerat itu tidak bersikap santun. Salah satu sifat angkuh orang Minang yang tidak selalu membawa kebaikan padanya.
Si Kasonto, laki-laki feminim. Jungkir balik aku mengurus kegiatan pentas seni siwa plus bazar , ia ongkang-ongkang kaki, jual tampang ke sana kemari. Tak sedikit jua tergerak tangannya untuk membantu. Pas saat orang-orang yayasan datang meninjau, bergegas-gegas ia menunduk-nunduk melayani mereka, sibuk ini itu. Seumur hidup takkan pernah bisa aku bekerja sama dengan orang seperti ini.
**
Kutatap mess beberapa lama. Lima tahun aku bersarang dalam ruang seperti kotak ini. Hidup seorang diri, jauh dari kampung halaman. Segala sesuatu tentang pengunduran diriku sudah tuntas. Tak ada seremonial perpisahan, baik dengan guru atau dengan siswa. Entah kenapa. Aku berprasangka positif saja kepada pihak yayasan. Mungkin agar proses belajar mengajar tidak terganggu.
Aku sudah berdiri di depan mobil L 300 putih yang akan membawaku menuju bus antarprovinsi yang akan membawaku kembali ke rumah bunda, tempat aku dilahirkan dan dibesarkan.
”Bapaa...k...!!”
”Bapaa...k...!!”
Kulihat Femi dan Gendon berlari cepat menuju ke tempat aku berdiri.
”Pak...!” Gendon langsung memelukku erat.
”Kenapa Bapak pergi... .” Mata Femi merah menahan gejolak hatinya.
”Kalian tidak belajar?” Aku sekuat tenaga tidak menampakkan suasana hatiku yang berkabut.
”Jangan pindah, Pak... .” Air bening mulai menghias pipi hitam manis Femi.
”Iya, Pak... di sini saja, ngajar kami... .” Mata Gendon ikut merah.
”Preman kok nangis, Ndon,” kataku, ”sudah, sekarang kita salaman. Bapak juga sedih meninggalkan kalian. Sekarang kalian ba... .”
”Bapaa.......aaaaaaaaaaaaak..........!!!”
Bergemuruh.
Ratusan anak-anak berpakaian putih donker berlarian, berpacu menuju ke arahku.
Aku terpana.
..............................
Jadi guru tidak bisa punya banyak uang.
Yang ada, punya anak sampai ratusan.
Aku bangga jadi guru.
`
Langganan:
Postingan (Atom)